Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2016

FORUM MAHASISWA TRIBUDISYUKUR (FORMAT) || LAMPUNG BARAT

Karena Lampung Barat bukan kerajaan, anak bupati bukanlah putri atau pangeran. Tidak ada putra mahkota, sebab semua warga punya hak yang setara. Keistimewaan bukan karena keturunan tiap orang harus bekerja untuk mendapatkan penghidupan. Sudah bukan zamannya anak bupati mengatur harga, kuasai jalan raya , monopoli kopi, cengkeh hingga pala. Berkompetensi dengan fair dan terbuka , tidak gampang merengek bawa-bawa nama orang tua. Anak presiden , gubernur hingga bupati harus bertarung dalam semangat Meritokrasi . Bekerja dengan tangan dan kaki sendiri , berkarya dengan memeras keringat sendiri. Sebab Lampung Barat bukan milik segelintir kalangan saja, Tanah Beguai jejama bukan kapling untuk warisan keluarga. M.andrean saefudin Koordinator forum mahasiswa Tribudisyukur (FORMAT) Lampung Barat

Petani Dan Neoliberalisme

Petani Dan Neoliberalisme Diskusi tentang petani adalah agenda penting. Bukan tanpa alasan, tentu saja. Petani merupakan kelas atau sektor sosial yang mayoritas dalam masyarakat kita. Karena itu, bagi saya, diskusi soal petani adalah diskusi tentang kelas mayoritas di Indonesia. Namun, kadangkala diskusi soal petani dan problematikanya hanya menyentuh soal kepemilikan tanah, padahal persoalan yang dihadapi sangatlah kompleks. Sebagai misal, ada petani yang memiliki tanah bahkan sampai 4-5 hektar di tempat saya, Sulawesi Tengah, tetapi luas pemilikan tanah itu tidak menjamin kemakmuran dan kesejahteraan si petani. Mengurai Problem Petani Kita Secara umum petani kita dibelit oleh banyak persoalan. Diantaranya: kepemilikan tanah yang kecil, minimnya modal dan tekhnologi, kepastian pasar produk hasil pertanian, dan lain-lain. Persoalan tanah memang merupakan problem klasik petani Indonesia. Ciri utama petani Indonesia adalah kepemilikan kecil atas tanah dan hanya untuk memenuhi kebutu...

Krakatau

Dahsyatnya Letusan Krakatau, Membuat Bulan Menjadi Biru! Senin, 27 Agustus 1883, tepat pukul 10.20, Krakatau meletus dahsyat. Kekuatannya setara 150 megaton TNT, lebih 10.000 kali kekuatan bom atom yang meluluhlantakkan Hiroshima dan Nagasaki di Jepang. Melenyapkan pulau dan memicu dua tsunami, dengan tinggi 40 meter, menewaskan lebih dari 35 ribu orang. Itu versi resmi. Dahsyatnya Letusan Krakatau, Membuat Bulan Menjadi Biru! Selat Sunda bak neraka. Gunung Krakatau yang tidur panjang selama 200 tahun menggeliat. Ia tak sekadar meletus, melainkan meledakkan diri hingga hancur berkeping - keping. Sejumlah laporan menyebut, korban mencapai 120 ribu. Kerangka - kerangka manusia ditemukan mengambang di Samudera Hindia hingga pantai timur Afrika sampai satu tahun setelah letusan. Suara ledakan dan gemuruh letusan Krakatau terdengar sampai radius lebih dari 4.600 km hingga terdengar sepanjang Samudera Hindia, dari Pulau Rodriguez dan Sri Lanka di barat, hingga ke Australia di timu...

Teologi Pembebasan : Persahabatan Tuhan dan Marx

Judul di atas tentunya sangat provokatif. Sebab di dalam kepala orang-orang yang katanya beragama, Tuhan tidak mungkin bersahabat dengan Marx dan konco-konconya. Wong mereka tidak percaya Tuhan eksis, yang eksis hanyalah “yang mengada”. Marx dan Marxisme nya lebih percaya pada “eksistensi kapitalisme” ketimbang “eksistensi Tuhan”. Sementara Agama, lembaga tempat Tuhan eksis itu tak ubahnya adalah aparatus ideologi yang melanggengkan sistem eksploitatif kapitalisme (ingat nasihat Althusser). Katanya, ini katanya lho! “Wah, kalau begitu Marx dan konco-konconya ini adalah calon penghuni neraka! Mari kita kirim mereka bertemu pencipta!” Begitu kata mereka yang kesal. Saya mengambil resiko dicap kafir karena menuliskan ini. Tapi tak mengapa. Bukankah penilaian akhir itu datanganya dari Empunya kehidupan ini? Saya hanya mau membagi apa yang saya baca dari pengalaman rakyat Amerika Selatan yang bergumul dengan pemerintahan tangan besi di negara ...

Romantisme Gerakan Vs Refleksi 17 Tahun Reformasi

TUJUH belas tahun gerakan Reformasi, demikianlah usianya genap tahun ini. Gerakan menggulingkan pemerintahan otoriter Suharto, begitulah intinya bila kita mau menyederhanakan penjelasan. Usia yang tidak sedikit, bahkan setara dengan usia pemuda pemudi yang sudah berhak memiliki kartu tanda penduduk. Usia dimana mereka menjadi warga negara penuh, setidaknya secara administratif, lengkap dengan segala konsekwensinya. Tujuh belas tahun usia muda tapi juga tak lagi kanak-kanak, dipersimpangan jalan menuju masa yang baru seharusnya. Hanya saja asosiasi kita dengan gerakan reformasi kini kental dengan sesuatu yang telah jauh tertinggal, sesuatu yang sekadar nostalgia. Kenangan tentang pergolakan sosial dan segala harapannya kini terbentur karang kekecewaan. Kekuasaan yang terbentang belasan tahun ini ternyata menciptakan keterasingan dan perasaan kehilangan yang menyakitkan bagi ‘kaum muda reformasi.’ Kini yang dulu muda telah berangsur menjadi manusia paruh baya. Segelintir dari...