Langsung ke konten utama

KEBUDAYAAN BANGSA || M. andrean saefudin

Indonesia merupakan sebuah negara yang dianugrahi kebudayaan yang beragam. Khazanah yang terkandung di dalamnya tidak datang tiba-tiba atau muncul sendiri. Harta itu ada karena kearifan lokal yang terbentuk malalui proses yang lama. Proses yang dimuat dikearifan lokal memiliki peran untuk menentukan identitas dan budaya yang akan dimiliki oleh sistem disuatu masyarakat. Kearifan lokal bisa diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, nilai dan norma tertentu yang terbentuk dari hasil adaptasi dan pengalaman hidup suatu kelompok sosial yang tinggal di suatu lokasi tertentu. Lingkungan dan pengalaman hidup tersebut telah mengajarkan manusia untuk mengembangkan pola pemikiran dan pola tindakan tertentu, karena hanya dengan cara itulah mereka dapat berdamai dengan lingkungan, dengan diri mereka sendiri, dengan sesamanya, dan dengan anggota kelompok lain. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah sesuatu yang bersifat fungsional bagi kehidupan suatu kelompok tertentu (Djajadi, 2010).

Bisa dibayangkan ketika suatu sistem yang bermukim lama dapat membentuk suatu kebudayaannya sendiri yang memiliki nilai dan norma, tentu sistem itu akan mencoba dipertahankan. Memegang teguh apa yang diwariskan menjadi suatu hal yang wajar dikarenakan leluhur mendoktrin suatu warisan tersebut memang bagus dan harus tetap dilestarikan.

            Bangsa Indonesia yang menganut dan mempunyai jati diri berupa budaya ketimuran dikenal memiliki sifat yang santun, ramah, jujur dan apa adanya terhadap orang luar atau istilah jawanya adalah bloko suto. Kemudian Indonesia juga terkenal akan bahasanya yang beragam. Negeri martim ini mempunyai tidak kurang dari 1.128 suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari sekian banyak suku tentu mempunyai adat istiadat yang berbeda, bergantung pada norma dan nilai yang mengakar. Kita ambil suku yang banyak tersebar di Indonesia yaitu suku Jawa. Suku jawa yang memiliki norma dan nilai yang secara umum cocok untuk mewakili kepribadian maupun identitas bangsa Indonesia. Sopan, santun, bloko suto, andap asor dan lain sebagainya memang bisa mencerminkan Indonesia.

Pergeseran dan Unggah-ungguh
            Pada kondisi kekinian ini banyak fenomena-fenomena yang terjadi pada generasi muda. Tak lepas dari topik sebelumnya yaitu masalah kearifan lokal dan identitas bangsa, bahwa pergeseran budaya mulai terjadi di Indonesia. Salah satu masalah yang terbahas kali ini adalah masalah unggah-ungguh atau sopan santun yang diambil contoh dari bahasa Jawa.

Sedikit mengorek kembali pelajaran bahasa Jawa, bahwa bahasa Jawa mempunyai beberapa tingkatan dalam penggunaannya sehari-hari. Secara umum ada tiga tingkatan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat Jawa. Pertama krama ngoko, pada umumnya bahasa ngoko ini digunakan dengan teman seumuran. Kedua krama madyadigunakan saat kita menemui orang yang belum kita kenal terutama seumuran. Terakhir krama inggil, bahasa ini digunakan ketika berbicara dengan orang tua.

Kondisi sekarang ini banyak anak muda yang tidak tahu bagaimana menggunakan tata krama yang baik ketika bercengkrama dengan orang lain. Mereka tidak tahu harus harus berbicara seperti apa, sebagai contoh pada saat berbicara dengan orang tua mereka menggunakan krama ngoko. Jelas dari bahasa yang digunakan sudah salah. Bahasa saja salah, bagaiaman dengan kelakuan mereka nanti? Gejala ini merupakan salah satu buntut dari pada perubahan sosial. 

Menurut Selo Soemardjan perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan pada lembaga-lembaga bermasyarakat di dalam suatu masyarakat, yang mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soemardjan, 1991). Akan nampak suatu bias yang terjadi dari tahun ke tahun atau dari generasi ke generasi tentang perubahan sosial. Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan.

Akan tetapi, masing-masing peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan belajar dari kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi. Kebudayaan erat kaitannya dengan sosial di masyarakat (Ruswanto, 2009). Tentu sosial tersebut bergantung pada kebudayaan yang mereka anut sejak dulu. Begitu halnya dengan sebuah sopan santun berbahasa.

Bagaimana cara merekonstruksi kembali akar yang rapuh?
Lebih jauh lagi diharapkan pada generasi muda khususnya dari berbahasa inilah akan timbul rasa hormat terutama pada orang tua. Rasa hormat itu ditunjukkan dengan sopan santun dan mengerti bagaimana mengimplementasikan sikap yang benar. Dari situlah akan terbentuk suatu kepribadian yang luhur dan tetap berlandaskan pada identitas orang Jawa. Menurut Koentjraningrat kepribadian ialah sebagai susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu yang berada pada setiap individu.

Perkataan atau bahasa merupakan sebuah gambaran awal dari perbuatan yang akan kita lakukan. Jika perkataan atau bahasa sudah tidak sopan atau malah menjurus ke kasar, dikhawatirkan perbuatannya nanti akan semakin tidak karuan. Oleh sebab itu, perlu adanya pendewasaan kembali atau rekonstruksi ulang terhadap penanaman nilai, norma, sopan santun yang mulai luntur di masyarakat. Lalu bagaimana cara merekonstruksi akar yang rapuh? Siapa saja yang berperan dalam rekonstruksi ini? Apa yang dibutuhkan dalam pembangunan kembali sopan santun?

Lingkungan dan Kebiasaan sejak dini

Lingkungan tentu akan menjadi cerminan dari penghuninya. Dimulai dari lingkungan yang terkecil yaitu keluarga. Keluarga dalam hal penanaman sopan santun paling berdampak besar. Ajaran orang tua yang ditanamkan sejak dini akan tersimpan dalam memori, terutama pada saat anak mencapai umur 1-5 tahun.  Pada saat itulah anak akan merekam dengan baik apa yang diajarkan oleh orang tua kepada anaknya. Diusia itu anak sudah mampu berbahasa cukup lancar dan meniru semua perkataan serta perbuatan yang ia lihat. Sosial yang baik menandakan kesiapan para orang tua dalam mendidik anaknya.

Saat anak diajarkan sopan santun yang baik sejak dini akan nampak ketika dewasa kelak. Idealnya ketika anak yang sudah diajarkan tentu akan menerapkan apa yang ia peroleh dari yang dibiasakannya sejak dulu. Jika tidak menggunakan kebiasaan yang anak peroleh dari orang tuanya dulu, ia akan merasa aneh saat menggunakan dengan bahasa yang berbeda atau tidak sesuia yang diajarkan. Akan terlihat mana anak yang sudah ditanamkan soal sopan santun maupun beretika. Perlu diketahui juga anak merupakan cerminan dari orang tua.

Pendidikan Formal Melalui Muatan Lokal dan Hari Berbahasa Daerah

Pendidikan yang berkualitas akan lebih menjamin kompetensi sumber daya manusia yang dihasilkan. Begitupun juga dengan pendidikan formal yang dienyam anak. Lebih kedalam tentang pendidikan formal, penerapan kurikulum baru yaitu kurikulum 2013 seolah menjawab keresahan orang tua. Permasalahan yang ditakutkan orang tua saat ini adalah moral anak yang semakin mengkhawatirkan. Pendidikan karakter cukup ditekankan pada kurikulum baru ini. Selain terampil dan berpengetahuan luas akan ada sikap serta moral mulia yang ditekankan pada kurikulum 2013.

Namun ada beberapa yang disayangkan ketika pengajaran muatan lokal seperti bahasa daerah atau kesenian ini hanya ada ketika berada sekolah dasar saja. Ditambah lagi muatan lokal diserahkan kembali kepada daerah yang bersangkutan, apakah akan di ambil atau tidak itu terserah daerah masing-masing. Tentu kita berharap muatan lokal tersebut tetap diajarkan kepada siswa meski berbatas sampai sekolah dasar. Pemaksimalan perlu juga ditekankan supaya usaha selama 6 tahun mengajarkan budi pekerti luhur tidak sia-sia. Sebenarnya pada usia 6-12 tahun ini memang pendidikan karakter lebih memiliki porsi yang lebih dibandingkan yang lain.

Tetapi juga tak menutup kemungkinan pendidikan karakter juga akan diajarkan pada tingkat SMP dan SMA. Bagaiaman cara menerapkan budaya berbahasa daerah dan sopan santun? Menggunakan hari tertentu untuk menggunakana bahasa daerah. Atau kita sebut “Hari Berbahasa Daerah”.

Jadi dalam seminggu ada hari dimana anak atau bahkan seluruh perangkat sekolah menggunakan bahasa daerah dalam proses belajar mengajar baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa bangga selain yang sebelumnya diharapkan yaitu nilai sopan santun berbahasa maupun beretika. Perangkat sekolah juga perlu diikutkan dalam program ini dengan maksud memberikan contoh kepada para siswa bagaiaman sopan santun dan berbahasa yang baik di lingkungan.

Tentu pada tiap pengambilan kebijakan ada yang pro ataupun kontra. Tetapi setidaknya ada usaha yang diterapkan di suatu institusi dalam rangka menanamkan pendidikan karakter yang baik. Sudah sewajarnya dalam proses yang berlangsung akan ada evaluasi-evaluasi yang bersifat membangun pada program yang berjalan.

Menjaga dan Berpartisipasi Aktif

Bahasa daerah merupakan salah satu kearifan lokal yang harus kita jaga keberadaanya. Meski kita mempunyai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia, tetapi kita juga mempunyai bahasa daerah masing-masing. Bahasa daerah yang kita gunakan sekarang merupakan warisan nenek moyang yang wajib dijaga dan kita lestarikan.

Bahasa daerah juga merupakan sebuah identitas atau jati diri yang luhur. Bahasa Jawa sebagai salah satu contoh bahasa daerah yang ingin menunjukkan nilai luhur dengan penggunaan strata bahasanya. Memiliki nilai historis yang pada intinya lebih memberikan penghormatan kepada yang lebih tua. Mengajarkan akan pentingnya sebuah bahasa yang merujuk kepada sikap yang sopan dan santun sesuai nilai-nilai dan norma orang Jawa harapkan.

Pengenalan dan penanaman sejak dini merupakan salah satu kontribusi penting orang tua dalam mendidik anaknya. Secara formal pemberian mata pelajaran muatan lokal yaitu bahasa daerah saat tingkat sekolah dasar menambah langkah postif. Meski hanya sampai tingkat dasar muatan lokal berupa bahasa daerah, namun diharapakan kebiasaan ini dapat dilanjutkankan  pada tingkat SMP dan SMA dengna cara mencangankan “Hari Berbahasa Daerah”. Pemberian contoh oleh perangkat sekolah juga diharapkan mampu mendongkrak kamus kosakata dan tentunya yang utama yaitu sopan santun kepada para siswa.(#M.andrean_saefudin )

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perjalanan Sejarah PERMAHI

SEJARAH PERHIMPUNAN MAHASISWA HUKUM INDONESIA Fase Awal (IMHJ) Tahun 1971 Berdiri IMHJ (Ikatan Mahasiswa Hukum Jakarta), cikal bakal (embrio) lahirnya PERMAHI. Para Pendiri : Timbul Thomas Lubis Frits Lumoindong Andi Bowo S. Wairo Muryani Thomas Belang, dkk. Tahun 1974, pecahlah peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari), “memaksa” Para Pengurus IMHJ “berangkat” ke Manado pada 21 Januari 1974, karena kondisi organisasi pada saat Malari tersebut tidak kondusif. Sehingga IMHJ seolah-olah jalan di tempat, namun tidak ada pernyataan bubar. Setelah kondusi mulai kondusif, Kembali dibangkitkan oleh : Frits Lumoindong Yan Juanda Saputra B. Budiman Sagala Badaruddin Alwi Jurnal Siahaan Happy Fase PMHJ Beberapa kader IMHJ Mengadakan pertemuan-pertemuan yang menghasilkan kesepakatan untuk mengikrarkan berdirinya PMHJ (Perhimpunan Mahasiswa Hukum Jakarta), pada 5 Oktober 1980. Dengan kesepakatan itu, terpilih pengurus sementara : Frits Lumoindong ...

BIOGRAFI M andrean saefudin

Namanya M. andrean saefudin Ia anak ke-1 Muhtadin (Petani kopi tradisional,  asal lampung barat) dan Yayah R. sejak SMP ia akrab dengan dunia organisasi dan akademisi. Dimasa SMP-nya terpilih sebagai peserta JAMBORE NASIONAL Pramuka, mewakili kontingen Lampung barat di jatinagor Sumedang Jawa barat tahun 2006, Sekolah Menengah Kejuruan-nya di SMKN 1 Sumber jaya, Lampung barat (2007-2010). Ia merupakan salasatu lulusan dengan nilai ujian nasional terbaik se- Kabupaten Lampung Barat tahun 2010 dan mendapat penghargaan langsung  dari Bupati Lampung Barat Drs. H. Muklis Basri,. MM  kemudian tahun 2013 ia Baru Melanjutkan kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Pamulang. Dan ia Menjabat Sebagai Sekretaris Umum Himpunan Mahasiswa Fakultas Hukum periode 2015-2016 . Selain itu ia Menjabat Sebagai Ketua Biro Organisasi dan Pembina di Perhimpunan Mahasiswa Hukum Indonesia (PERMAHI) DPC. Tangerang periode 2014-2016 dan juga Sebagai Ketua Bidang Perguruan Tinggi Kemahasiswaan dan Kep...

STRUKTUR PENGURUS Kesatuan Angkatan Muda Sriwijaya (KAMSRI) Cabang Tangerang Selatan

STRUKTUR PENGURUS  Kesatuan Angkatan Muda Sriwijaya (KAMSRI) Cabang Tangerang Selatan Periode 2016 - 2018 Ketua Umum : Riyan Hidayat Sekertaris Jenderal  : M. Andrean Saefudin Wakil Sekertaris Jenderal I     : Glamora Lionda (Lampung) Wakil Sekertaris Jenderal II   : Aprido (Jambi) Wakil Sekertaris Jenderal III  : Deyan C. Wijaya (Bengkulu) Wakil Sekertaris Jenderal IV  : Jupri Nugroho (Sumatra Selatan) Wakil Sekertaris Jenderal V   : Kiki Handayani (Sumsel) Wakil Sekertaris Jenderal VI  : Zekha Nanda (Lampung) Bendahara Umum                : Bella ( Sumsel ) Wakil Bendahara Umum I       : Maryati (Lampung) Wakil Bendahara Umum II     : Uphi Samsurin (Bengkulu) Wakil Bendahara Umum III    : Rara tyasandova (Lampung) 1. Kepala Bidang Kaderisasi             ...